Ilustrasi (Straits Times)
Dhaka - Pemerintah Bangladesh melarang televisi setempat untuk menayangkan kartun terkenal Jepang, Doraemon. Penyebabnya, kartun tersebut disulih suara dalam bahasa Hindi, bukannya bahasa Bengali.
Pemerintah tidak ingin anak-anak Bangladesh yang menggemari kartun tersebut justru lebih fasih berbahasa Hindi daripada bahasa asli mereka, bahasa Bengali. Menteri Informasi Bangladesh Hasanul Haque menyatakan, pihaknya telah mengirimkan pemberitahuan resmi kepada saluran-saluran televisi yang menayangkan kartun tersebut.
Isi pemberitahuan tersebut, agar stasiun televisi menghentikan pemutaran kartun Doraemon tersebut. "Pemerintah tidak ingin atmosfer pendidikan anak-anak terhambat oleh Doraemon," ujar Hasanul Haque di hadapan parlemen, seperti dilansir AFP, Jumat (15/2/2013).
Larangan tayangan kartun Doraemon ini bermula ketika sejumlah media setempat menyerukan pelarangan kartun ini. Dalam ulasannya, mereka mengkhawatirkan kartun ini akan membuat anak-anak Bangladesh lebih memahami bahasa Hindi daripada bahasa Bengali.
Pekan lalu, seorang anggota parlemen setempat, Shahriar Alam menyerukan agar stasiun televisi di Bangladesh hanya menayangkan kartun asing jika disulihsuarakan ke dalam bahasa Bengali.
Kartun Doraemon yang mendunia ini diciptakan oleh seorang seniman asal Jepang, Fujiko F Fujio. Kisah kartun yang melegenda ini berkisar seputar robot kucing dari abad ke-22, yang bepergian ke masa lalu dan bertemu dengan seorang anak bernama Nobita.
Saking mendunianya, Doraemon ditetapkan sebagai 'duta anime' pertama Jepang pada tahun 2008. Gelar yang diberikan oleh Kementerian Luar Negeri Jepang tersebut bertujuan agar kartun ini bisa menarik minat warga asing untuk mempelajari kebudayaan Jepang.
Sementara itu, Bangladesh dikenal sebagai negara yang sangat sensitif akan hal-hal luar yang bisa mempengaruhi kebudayaannya. Terutama yang berasal dari negara tetangga mereka, India. Terlebih, kebanyakan warganya memilih menonton saluran televisi melalui satelit yang menggunakan bahasa Hindi.
(nvc/ita)